Breaking News

Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri Keturunan Kemiri Purworejo. Essay Arief Joko Wicaksana.


Rubrik Budaya KoranPurworejo.Com menyediakan ruang untuk publik. Menerima karya Puisi, Cerpen, Essay, serta tulisan yang relevan. Digawangi penyair Sumanang Tirtasujana.

Penyair Sutardji Calzoum Bachri,
Segera Terbitkan Buku Puisi Petik Laku.

Essay. Arief Joko Wicaksana

SORE ITU  langit Taman Ismail Marjuki agak mendung.
Penyair Sutardji Calzoum Bachri lagi ngobrol bersama teman Eki Thadan, Eddy Pramduane, Dian Rusdi, Raden Mas Nanoe Hantowo, di Galeri Buku Bengkel Deklamasi Jose Rizal Manua di TIM.
Saya lewat, lantas mampir. Dalam obrolan dengan saya di depan man-teman, banyak yang diungkap Sutardji,  menyangkut rencana buku baru "Petik Laku" dan ayah Sutardji yang orang Jawa, asal Kemiri Kab Purworejo Jawa Tengah, yang saya ungkap, di sini. Itu pun hanya sekelumit (dengan catetan model esai bebas saja ). Maklum obrolan yang lain untuk bahan tulisan seri berikut  nanti .

Singkatnya, penyair penting dan berkaliber besar di Indonesia ( saya sengaja tak latah  menyebut presiden penyair, Red) semenjak menerbitkan "O, Amuk, Kapak" (PSH, 1981) belum menghadirkan buku puisi tunggal, kumpulan baru. Selama 38 tahun, Sutardji yang pekerjaan riilnya menjadi redaktur (pernah);di Horison, harian Pelita, majalah Ceria, Bentara  Kompas, Hari Puisi Indopos. Sebenarnya tetap intens berpuisi, terus  intens berpuisi pribadi serta mengikuti sejumlah aktivitas seni yang tak kunjung henti. Pun, telah menerbitkan buku esai pribadi  dan kumpulan cerpen "Hujan Menulis Ayam"


Khusus puisi, sejumlah karya era "O, Amuk, Kapak"  telah dipublisir resmi di majalah Horison edisi Maret 1991, dengan sajak Berdepan-Depan  Dengan Ka'bah, David Copperfield, Idul Fitri, Realities 90, Sajak Pemulung. Bahkan, puisi Tanah Airnata, muncul dalam rubrik Catatan Kebudayaan Horison, Oktober 1991. Tak hanya itu, sejumlah puisi juga muncul di majalah  Ulumul Qur'an  serta yang kini sering dibacakan di mana mana, yang mulai jadi hits, yakni sajak  Telor ...Apa Telormu anak muda?

Apakah buku puisi baru nanti isinya itu, Bang ? Sutardji CB yang kini haji, ( dan dalam membaca puisi tak lagi beraktraksi dengan kapak, semburan bir, namun membawa harmonika dan 'komat kamit' ngeblues), menjawab : "iya. iya, iya." Semangat. Penyair usia 79,  yang berparas kian bersih, menegakkan tubuhnya pada kursi, menggaet tas di meja, lalu mengambil sejumlah buku tulis.


Ya, "Ditambah dengan sajak-sajak yang masih ditulis tangan ini .." katanya sembari menunjuk buku tulis

Saya mengambil buku tulisnya, membuka halaman, mengamati tulisan tangan, ada kata dan baris, bait-bait yang penuh coretan tangan. Huruf-hurutnya rapi,  jelas. Berapa puisi dan kapan terbitnya, bang ? Tanya saya secara berondongan. Aha, dia jawab yakin, "Maret.Bulan Maret depan.." tuturnya.

Saya tatap wajah penyair "Tanah Airmata" dengan santai berikut ingin sedikit menggoda, ingin tahu reaksinya. HP saya keluarkan dari saku,  saya segera  berdiri,  lalu buku tulis penyair besar Sutardji Calzoum Bachri yang terbujur di meja, saya buka lembarannya.  Hmmm, saya pura-pura. "Saya potret ya, bang?!"  Sontak, penyair terpenting dalam kreativitas sastra Indonesia - setelah era Chairil Anwar, dari posisi duduk rileks - agak membungkuk, nyaris siap berdiri. "Jangan, jangan, jangan..." tukasnya. Lalu mengambil buku tulis, dimasukkan dalam tas.

".Oke, kalau begitu, lanjut saya, apa judul bukunya? "Petik Laku" tuturnya sambil memberi penjelasan filosofisnya. Saya mendengarkan dengan  takzim sembari terbayang judul buku puisi "O, Amuk, Kapak" dengan Kredo dan saat membaca puisinya di zaman dulu. Kini bertajuk "Petik Laku" bisik batin ini.

Saya lihat sosok Bang Tardji yang sudah haji. Saya hafal sejumlah judul puisi puisi yang tercecer di media yang kini direncanakan dalam buku baru. Saya juga saksikan gaya baca puisi yang dengan vokal berat, kadang bersuara  nge-rap, ngeblues diselingi bunyi harmonika.

Penyair ini, baik penampilan di panggung maupun kreativitas olah puisi, tetep punya 'kelas' tersendiri dalam melihat manusia, bangsa, negara, bahasa, diri sendiri, sang pencipta . Tardji tetap bisa membuat puncak dan puncak baru lagi. Dia, penyair penting di Republik ini.

Karena itu saya melanjutkan tanya. Apakah buku "Petik Laku" ini nanti dilengkapi dengan ilustrasi?
Bang Tardji, menjawab, tidak. "Tidak. Hanya berisi 70-an puisi." tuturnya.

Wah, jangan, jangan, jangan, bisik saya masih dalam hati. Kurang pantas, kurang lengkap untuk menghormati  sang maestro. Justru kekuatan apa saja termasuk yang membuat daya pikat dari  seluruh Sutardji Calzoum Bachri

 Apa itu? Ya, tulisan tangan. Kalau tidak, buku yang hanya berisi 70-an puisi -selain  akan terasa tipis, ( walau kualitas terpuji) untuk seorang tokoh yang telah vakum hampir 40 tahun tak mengeluarkan buku puisi, ya, kurang  yeah-yeah, untuk kata lain hormat nan mantap.

Walau, mungkin "Petik Laku" tetap laku ,( dalam arti lain,)  dicari publik. Tapi, semua ini masih gejolak batin saya sendiri. Selanjutnya

"Begini, Bang Tardji. Tulisan tangan Bang Tardji harus dimasukkan dalam buku. Tulisan tangan khusus untuk bagian kiri dan puisi yang diketik di bagian kanan. Begitu, seterusnya, berformat  kanan kiri.  Usulkan sama penerbit, mumpung masih ada waktu, bulan Maret Tulisan tangan bisa untuk apresiasi, keseriusan berpuisi, mencari diksi,dst  ."  cerocos saya,  bla blaa,  saking bersemangat, karena dia penyair berkaliber besar.

Tapi, sejenak saya juga malu, nyerocos begitu, pada orang yang saya anggap sangat pintar dan mahaguru ( jarak jauh saya..) Saya menanti reaksinya.

Ternyata, tokoh penting sastra Indonesia mutakhir ini, tidak marah, tidak tersinggung, malah tersungging. Hati saya ayem. Hmm, ternyata Bang Tardji manggut manggut, tersenyum.

"Boleh juga. Tapi, puisi puisi yang sudah lama saya tulis, tidak. Cukup dilengkapi tulisan tangan pada yang ada di buku tulis ini. Kalau, mengulang menulis tangan lagi, yang dulu, saya sudah tidak kuat..." tuturnya.

 Saya lihat, tangan penyair yang usia hampir kepala delapan ini, agak bergetar.  Saya terharu. tapi hati  ini juga penuh harap.

"Semoga buku "Petik Laku" terbit dilengkapi tulisan tangan Abang, dalam proses asli penciptaan. Jagat puisi Indonesia -- dunia sastra,  membutuhkan itu. Membutuhkan itu untuk lebih meresapi karya hingga saat proses penciptaan. Juga penting untuk warisan sejarah, tulisan tangan Abang ..."; cerocos saya ( walau mungkin dianggap kurang bermutu.)

Kami ngobrol tanpa ada minuman. Maklum. tak ada yang jualan.  Dan, TIM, pusat kesenian itu, kini dalam kondisi serba merana. Penuh derita. Dan, ngobrol dengan Bang Tardji, senja itu  masih berkelanjut. ..berikutnya yang enteng enteng saja, menyangkut kelengkapan pengenalan  biografi.

Bang Tardji juga cerita, biografi dirinya sudah selesai ditulis oleh penyair Taufiq Ikram Jamil. Tapi, "Belum sempat saya koreksi..".ungkapnya. Dan, urusan buku biografi  itu,  untuk sementara ini , saya tak mengutik-utik.

Aha, saya yang kelahiran Purworejo ( kemudian orangtua pindah di Kebumen) menyimpan rasa penasaran. Benarkah ayah Bang Tardji, asli dari Purworejo, Jawa Tengah? Ternyata, penyair "O, Amuk, Kapak" menjawab dengan senang .

"Iya, iya...Bapak saya orang Purworejo, daerah Kemiri. Saudara saudari saya masih banyak di sana. Karena itu, nama saya pakai SU... su.., Su.. jadi Sutardji " tuturnya, senyum-senyum.

Saya pun senyum, agak sedikit geli, ternyata benar. Bapaknya yang polisi, Pak Bachri,  waktu muda merantau ke Rengat Kepulauan Riau, dan menikah dengan Bu Calzoum.

Jadi? Jadilah  Sutardji Calzoum Bachri, penyair yang pernah menulis sajak "Mesin Kawin" dan "Tragedi Winka&Sihka" ini. Tapi tak seperti Tragedi WinkaSihks. Ia hidup dimasa kecilnya, dalam keluarga damai, sejahtera, penuh kasih sayang. Termasuk hidup keluarga bang Tardji kini

Kami, berpisah, berpeluk erat, sembari mendoakan, semua dalam keadaan sehat. Saat kaki melangkah meninggalkan halaman TIM, Pusat Kesenian Jakarta,  terdengar suara koyak moyak,  gempuran alat alat berat, besi dan baja. Lebih menghujam  dari suara  bertalu talu.

Ditulis.oleh Penyair Arief Joko Wicaksana yang juga kelahiran Purworejo

Tidak ada komentar